Rabu, 20 Agustus 2014

SYL Tunjuk 10 Caretaker Bupati



SYL Tunjuk 10 Caretaker Bupati
Hakam Naja: Pemilukada Serentak Paling Lambat Akhir 2015
Rabu , 20 Agustus 2014 14:49
Total Pembaca : 350 Views

PENULIS: LUKMAN-ACHMAD RADI

EDITOR: MULYADI ABDILLAH

RAKYATSULSEL.COM, JAKARTA – Mayoritas Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU Pilkada) DPR RI sepakat jadwal pemilukada serentak tahap I pada Oktober 2015 mendatang. Mau tak mau, Pemprov Sulsel harus menyiapkan 10 caretaker bupati bagi kepala daerah yang masa jabatannya berakhir saat tahapan pemilukada masih berlangsung.

Ketua Panja RUU Pilkada DPR RI Abdul Hakam Naja optimistis jika RUU yang sudah dibahas selama dua tahun lebih itu akan segera disahkan oleh DPR pada bulan depan. Salah satu poin yang diketuk palu adalah pemberlakuan pemilukada serentak yang dimulai tahun depan. “Paling lambat kita laksanakan (pemilukada serentak) akhir 2015,” kata Hakam, Selasa (19/8).

Politisi PAN ini mengakui jika jadwal pemilukada serentak tersebut berdampak pada masa jabatan sejumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah. Untuk itu, pemerintah harus menyiapkan caretaker bagi daerah yang masa jabatannya berakhir disaat pesta demokrasi berlangsung.

“Hal ini sudah distimulasikan dan tidak ada masalah. Pjs (penjabat sementara) ini nantinya akan melaksanakan roda pemerintahan sementara di daerah hingga terpilihnya kepala daerah yang baru,” tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, jika pencoblosan pemilukada serentak digelar Oktober 2015, maka dipastikan 10 jabatan bupati di Provinsi Sulsel lowong. Yakni Pangkep, Maros, Gowa, Barru,  Luwu Timur, Selayar, Tana Toraja, Soppeng, Luwu Utara dan Bulukumba. Terkecuali Toraja Utara mengingat masa jabatan bupati dan wakil bupati setempat baru berakhir pada Maret 2016.

Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang dikonfirmasi menjamin pemerintahan yang menggelar pemilukada serentak tetap akan berjalan normal.

“Tidak ada masalah, itu ringan-ringan saja. Pelaksana tugas itu (caretaker) kan tidak harus dari mana-mana. Ada kriterianya, ada syarat dan ada sekwilda yang jalan,” kata Syahrul, Selasa (19/8).

Selain itu, pihaknya juga mengaku siap melakukan pengendalian apabila pada saatnya nanti harus menunjuk pejabat sementara karena masa jabatan pejabat sudah berakhir. Menurutnya, meski yang menjalankan pemerintahan adalah pengganti sementara, namun dipastikan tetap akan berjalan normal.

“Ini tetap akan maksimal pemerintahan. Jangan kira kalau tidak ada gubernur tidak ada wakil gubernur pemerintahan macet, tidak. Ada sekwilda, tentu ada asistensi dari menteri dalam negeri kalau untuk provinsi. Kalau di sini kan saya punya asistensi juga. Tidak usah ada kuatir,” pungkasnya.

Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Didik Suprayitno menyebutkan, caretaker yang ditunjuk untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah nantinya minimal pejabat eselon II. “Bisa dari pusat atau provinsi, atau bahkan pejabat di Pemda kabupaten sendiri,” sebutnya.

Menurut Didik, RUU Pilkada serentak ini bertujuan untuk menghemat anggaran yang alokasinya nanti akan diambil dari dana APBD. Selain itu, untuk mencegah atau meminimalisir potensi konflik yang kerap timbul akibat perebutan kursi kepala daerah.

“Kita berharap dalam waktu dekat ini RUU Pilkada serentak ini bisa disahkan di DPR, ya minimal sebelum berakhirnya masa pemerintahan pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono),” tandasnya.

Tidak Efektif

Pengamat Politik dari Universitas Islam negeri (UIN) Alauddin Makassar, Firdaus Muhammad beranggapan, penunjukan caretaker sebisa mungkin dihindari. Pasalnya, caretaker dilingkup pemerintahan dinilai tidak efektif karena kewenangannya terbatas dalam menerapkan kebijakan pemerintahan.

”Caretaker itu hanya bersifat sebagai kepala daerah sementara, dan kewenangannya hanya sebatas mengendalikan pemerintahan, dan tidak berwenang menerapkan kebijakan strategis pemerintahan. Jadi menurut saya kecenderungan pembentukan caretaker pada setiap moment politik, tidak efektif untuk iklim pemerintahan,” jelasnya.

Firdaus mengusulkan agar pemerintah bisa melakukan dispensasi atau kebijakan berupa perpanjangan masa jabatan bupati hingga proses pemilukada selesai. Begitupun dengan masa jabatan bupati yang berakhir pada awal tahun 2016, diusulkan untuk diberlakukan pengurangan masa jabatan berdasarkan waktu pelaksanaan pemilukada dengan syarat gaji dan tunjangan tetap dibayarkan pada sisa bulan jabatan tersebut.

”Hal ini sekali lagi untuk mengantisipasi adanya kebijakan yang menurut saya tidak populis, khususnya kebijakan mengenai caretaker. Caretaker itu kan dibentuk jika terjadi proses pemerintahan yang tidak normal. Jika hanya perbedaan masa jabatan dan pelaksanaan pemilukada yang terpaut 1 atau 2 bulan, saya pikir kebijakan perpanjangan dan pengurangan jabatan lebih tepat,” tandasnya.

Poin Krusial RUU

Salah satu poin yang menjadi kendala dalam RUU Pilkada adalah masalah wakil kepala daerah. Wakil kepala masih pada opsi tidak satu paket, tapi dipilih langsung oleh kepala daerah terpilih, serta dari parpol atau PNS.

“Tarik-ulur lainnya kepala daerah kabupaten/kota dipilih langsung, karena pilkada serentak dimulai pada 2015 dan pemilu serentak 2019. Sedangkan pilkada serentak nasional akan berlangsung pada 2021. Itu agar ada pemilu sela, ada jeda politik, serta terkait dengan sengketa pemilu yang kemungkinan bertambah banyak,” tegas Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja dalam diskusi “RUU Pilkada” bersama Dirjen Otda Kemendagri Djohermansjah Johan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/8).

Hakam menambahkan, dalam pembahasan RUU Pilkada juga sudah ada titik temu mengenai masalah politik dinasti, masalah dana dari APBD yang sumbernya antara lain dari APBN melalui Dana Alokasi Umum (DAU) yang akan nantinya diatur dan disisihkan.

Sementara untuk sengketa hasil Pilkada nanti, lanjut Hakam, tidak akan lagi dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK). “MK tidak bersedia, makanya ada dua opsi yang akan kita tempuh untuk sengketa Pilkada serentak ini, apakah akan ke Mahkamah Agung (MA) atau ke pengadilan ethok, yang pastinya hakim yang menangani perkara Pilkada itu tetap gabungan hakim yang berlatar belakang dan punya rekam jejak kepemiluan,” jelasnya. (E)

posting : rakyatsulsel.com

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar