Rabu, 26 Oktober 2011

Bertahan!

MENDEKATI terbenamnya matahari, dua kakak beradik pergi ke tepi pantai. Hingga senja berlalu dan gelap menyelimuti, mereka belum juga meninggalkan pantai itu.
Tiba-tiba, setelah lama duduk diam, sang kakak bertanya kepada sang adik, “Dik, apa yang kau lihat tadi dan sekarang?”
“Pantai,” jawab sang adik singkat.
“Selain itu?” lanjut sang kakak.
“Apa yah? Mmm air, langit dan kakak! hehehehe”.
Hhmmm, si kakak yang berbadan kurus tinggi dan berambut ikal itu menghela nafas. Dengan wajah tenang, ia menatap adiknya yang gendut dan juga berambut ikal sama dengannya yang tepat duduk di sisi kananya dan berkata: “Tidakkah kau melihat saat ini di atas kita, terlihat bintang dan bulan?” Padahal tadi di atas kita itu, hadir matahari dengan warna orange di sekelilingnya. Mmm.. tentu tadi kau sudah melihat kalau matahari itu perlahan merunduk dan akhirnya tenggelam di ujung laut sana bukan?
“Lihat!” jawab sang adik lantang.
“Lalu kenapa tak kau katakan?”
“Lupa!”
“Sungguh kau lupa? Ataukah kesadarannmu ikut tenggelam bersamanya? Ataukah hembusan angin ini terlalu nikmat hingga kau terbuai olehnya? Ataukah riuh gemuruh ombak ini terlalu bising hingga kau tak mampu mendengarkan dirimu?”
“Apa maksud kakak?” Tanya sang adik dengan raut penuh penasaran
“Maksud kakak…”
Sang kakak tak meneruskan kalimatnya untuk menjawab pertanyaan adiknya. Ia lalu berkata: “Tanyakan itu pada dirimu, dan jangan berharap atau bahkan membiarkan orang lain yang menjawabnya untukmu!”
“Baiklah! Itu kan kulakukan, tapi tidak sekarang. Sekarang gantian, aku yang akan melontarkan pertanyaan dengan materi yang berbeda untuk kakak.”
Sang kakak tersenyum sambil mengelus kepala sang adik dengan penuh cinta.
“Ok, apa yang ingin kau tanyakan?”
“Mengapa kakak bertanya padaku?”
Sang kakak menarik nafas panjang lalu menghembuskannya. Ia menghadapkan wajahnya kepada sang adik, saudara satu-satunya.
“Karena kakak ingin mengetahui, apakah kau masih sadar!”
Sang adik heran dan bingung.
“Oh yah?” Jelas, aku masih sadar donk kak! Jawab sang adik dengan penuh percaya diri. “Aku melihat kakak. Aku mendengar desiran ombak ini. Aku bisa merasakan hembusan angin malam ini dan masih banyak lagi yang dapat aku…”
Segera sang kakak langsung meng-cut jawaban sang adik.
“Tapi, mengapa kau tak tahu akan pergantian antara matahari dengan bintang dan bulan?
Mengapa ya??Ahhh tak tau lah! Jawab sang adik dengan rada cuek.
Lalu sang kakak dengan penuh sayang merangkul adiknya dan berkata dengan nada pelan dan penuh kehangatan: lihat matahari, lihat bulan, lihat bintang lihat pula siang juga malam. Semuanya datang silih berganti, tak ada yang bertahan hingga sehari.
Lalu sang adik dengan antusias segera menjawab sang kakak.
“Loh, aku? aku bukan hanya sehari, aku udah 15 tahun. Jauh dari sehari, bahkan sebulan. Setahun? juga iya!”
Sang kakak memperbaiki posisinya hingga tubuhnya benar-benar menghadap kearah sang adik. Kedua tangannya ia taruh di kedua sisi, kanan kiri kepala adiknya. Bola matanya merasuk, menatap mata sang adik dengan penuh kedalaman. Lalu tetap dengan nada hangat, sang kakak yang sangat mencintai adiknya itu berkata,
“Ingat dik, bertahan! Bukan hadir!”

          Oleh : Lisa Ra’ra’ Taruk Allo
Penulis Lisa Ra’ra’ Taruk Allo lahir di Makassar, 4 maret 1987. Kuliah di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Selama 2 priode, pada 2006/2007 dan 2007/2008 pernah menjadi ketua Pers Kampus di STFD. Saat ini sedang menggarap skripsi dengan tema, “Kehendak untuk Makna: Suatu Ontologi Eksistensial dalam Logoterapi Viktor Emil Frankl”

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar