melakukan aksi penyegelan di Puskesmas Pangala, Toraja Utara sekitar pukul 21.00 Wita, Jumat
(11/2. Pihak puskesmas dituding telah lalai menangani pasien. Monalisa (5),putri pertama
pasangan Yulius Pongtanan dan Yuliarti menghembuskan nafas terakhir dalam perjalanan
menuju ke rumah sakit, Jumat (11/2). Sebelumnya, korban tidak mendapat perawatan maksimal
di Puskesmas Pangala, yang berlokasi di kecamatan Rindingallo itu.
Menurut keterangan yang dihimpun Kareba di rumah duka, Minggu (13/2), awalnya keluarga
membawa Monalisa yang menderita penyakit diare ke Puskesmas Pangala sekitar pukul 09.00
Wita, Jumat (11/2). Sesampainya di Puskesmas, korban sempat diperiksa oleh dokter Kristina
Natalia. Dokter Kristina sendiri adalah dokter dengan status pegawai tidak tetap (PTT) karena
tidak ada dokter tetap di Puskesmas yang memiliki fasilitas rawat inap tersebut.
Namun menurut Simon S. Tambing, salah satu keluarga korban, saat tiba di Puskesmas, korban
tidak mendapat perawatan maksimal. Sebab, meski kondisi korban sudah lemas akibat dehidrasi,
namun petugas Puskesmas tidak memberi obat pengganti cairan tubuh (infus) maupun
pertolongan pertama lainnya.
”Ada memang botol infus tergantung, tetapi katanya tidak ada jarumnya sehingga itu botol hanya
tergantung saja di situ tetapi tidak bisa masuk ke tubuh anak kami,” tegas Simon.
Selain tidak diberi infus, korban juga terkesan dibiarkan begitu saja tanpa perhatian dari dokter
maupun paramedis. Setelah beberapa jam di Puskesmas baru diberi rujukan ke rumah sakit di
Rantepao. ”Pada hal kondisi anak kami sudah sangat gawat,” sesal Simon.
Setelah diberi rujukan, kendala lain menghampiri. Mobil Puskesmas yang seharusnya standby
untuk kondisi darurat seperti itu, tidak berada di tempat. Kendaraan operasional satu-satunya
milik Puskesmas Rawat Inap Pangala itu, sedang berada di Rantepao, ibukota kabupaten Toraja
Utara, yang berjarak kurang lebih 40 kilometer.
”Itu yang keluarga sangat sesalkan, kenapa itu mobil dibawa kemana-mana, padahal dia harus
selalu siap di tempat ketika ada kondisi gawat seperti ini,” tandas Simon.
Karena mobil Puskesmas tidak ada, keluarga pun berusaha mencari mobil penumpang atau mobil
pribadi untuk disewa menuju ke Rantepao. Namun kondisi di Pangala tidak sama dengan daerah
perkotaan, kendaraan sangat sulit diperoleh di tempat itu. Sekitar pukul 14.30 Wita keluarga baru
mendapat mobil carteran. Korbanpun dibawa ke Rantepao. Korban hanya pergi sendiri dengan
keluarga, tanpa didampingi petugas medis dari Puskesmas Pangala. Namun nasib berkata lain,
sekitar sepuluh kilometer dari kota Rantepao, tepatnya di daerah Kalan, lembang Sikuku,
kecamatan Kapala Pitu, korban menghembuskan nafas terakhir.
Karena sudah tidak bernafas dan tidak memiliki tanda-tanda kehidupan, keluarga pun membawa
pulang korban ke rumah duka di kelurahan Pangala, kecamatan Rindingallo. Sesampai di rumah
duka, isak tangis keluarga tak terbendung. Selain merasa kehilangan, keluarga pun sangat
kecewa dengan perlakuan dan pelayanan dari petugas medis di Puskesmas Pangala.
Segel Puskesmas
Kecewa dan marah yang tak terbendung membuat keluarga dan warga sekitar melakukan aksi
penyegelan di Puskesmas Pangala, sekitar pukul 21.00 Wita, Jumat (11/2) . Hampir semua
ruangan di Puskesmas, mulai dari pintu masuk, kantor, poliklinik, unit gawat darurat (UGD),
hingga ruang perawatan pasien, disegel. Semua pintu dan jendela Puskesmas dipaku. Sedangkan
pintu masuk Puskesmas dipalang menggunakan dua buah bangku panjang.
”Kami tidak akan membuka segel itu sampai ada penjelasan resmi dari pihak Puskesmas dan
jalan keluar dari pemerintah, baik kabupaten maupun kecamatan,” tegas Simon Tambing.
Menurut Simon, aksi penyegelan ini merupakan puncak kekecewaan keluarga dan warga Pangala
atas pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas yang didirikan sejak tahun 1974 itu.
Sebelum peristiwa yang dialami oleh korban Monalisa, jelas Simon, kejadian yang sama juga
menimpa beberapa warga lain. Secara umum, kata Simon, pelayanan kesehatan di Puskesmas
Pangala sangat mengecewakan.
”Ini bukan kejadian yang pertama. Itu hari, puskesmas ini juga pernah didemo, tetapi tidak
digubris oleh pemerintah kabupaten. Ini puncak dari kekecewaan masyarakat,” tandas Simon.
Hingga hari Minggu kemarin, Puskesmas Pangala masih disegel. Petugas puskesmas mengaku
tidak berani membuka segel yang dipasang warga. ”Kami hanya minta ijin satu ruangan dibuka
karena ada pasien yang sedang dirawat. Itu sudah diberi ijin oleh keluarga dan warga,” ujar
seorang petugas Puskesmas yang tidak mau ditulis namanya.
Sementara itu, kepala Puskesmas Pangala, TS Monto, menjelaskan pihaknya sudah berupaya
memberikan pelayanan yang baik kepada korban. Tindakan darurat juga sudah dilakukan.
Namun karena kondisi korban (dehidrasi) sudah cukup parah sehingga pemasukan jarum suntik
infus harus dilakukan oleh dokter ahli, sementara dokter di Puskesmas Pangala hanya dokter
umum.
”Kami sama sekali tidak bermaksud menterlantarkan pasien, kami sudah lakukan semua upaya
yang kami bisa lakukan,” jelas Monto.
Monto mengakui pada Jumat lalu, kendaraan operasional Puskesmas memang tidak berada di
tempat. Hal itu, katanya, bukanlah sebuah hal yang disengaja. Namun mobil itu sedang
melakukan tugas dinas ke Rantepao. Saat pasien tiba di Puskesmas, mobil itu sudah berangkat
sekitar satu jam yang lalu menuju ke Rantepao.
”Mobil ke Rantepao mengambil kelambu untuk pencegahan malaria dan biskuit (makanan
pendukung ASI) di Dinas Kesehatan. Bukan untuk kepentingan pribadi,” urai Monto, sambil
mengucapkan permintaan maaf dan turut berduka cita kepada keluarga korban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar