TCN.com, MAPPAK — Daerah pedalaman umumnya menyimpan berbagai potensi atau kekayaan yang belum terjamah dengan baik. Banyak kekayaan yang biasanya terpendapam seperti alam yang indah, kekayaan budaya, kekayaan hubungan kekerabatan yang cukup kental, seni budaya, adat istiadat, dan berbagai kekayaan lainnya.
Begitu juga ketika penulis mengadakan perjalanan pelayanan ke kecamatan Mappak, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan pada tanggal 23-26 April 2012. Berangkat dari Polewali sesudah mengadakan percakapan berbagai hal dengan pengurus dan anggota Persekutuan Kaum Bapak Gereja Toraja di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar pada tanggal 22 April 2012 dilanjutkan dengan perjalanan ke Mappak pada tanggal 23 April 2012.
Perjalanan dari Polewali ke Miallo ibukota kecamatan Mappak, dimulai dengan naik mobil umum dari Polewali menuju Sebanawa yang ditempuh selama 2 jam. Sesudah tiba di Sebanawa harus menungguh beberapa jam karena angkutan ojek menuju ke Miallo sangat jarang karena kondisi jalan dan waktu itu dalam keadaan hujan. Memang tiba di Sebanawa baru jam 10.00 wita, tapi karena kondisi jalan dan keadaan cuaca membuat harus menungguh sekitar 6 jam baru dapat ojek yang akan mengantar ke Miallo. Berangkat dari Sebanawa jam 16.15 dan baru tiba di Miallo sekitar jam 18.30 sesudah berjuang bersama tukang ojek dimana ada sekitar 10 kami naik turun ojek karena kondisi jalan yang amat memprihatinkan. Sepanjang jalan, banyak titik longsor walaupun jalanan sedang pelebaran dan pengerasan. Hal ini disebabkan jenis tanah yang umumnya berpasir dengan tingkat keminringan cukup tajam sehingga dengan mudah terjadi longsor. Tiba di Miallo
Setelah perjuang susah payah dan naik turun ojek karena kondisi jalan, dengan biaya Rp. 100.000,- baik ketika lewat Sebanawa, juga menurut tukang ojek, juga dapat dicapai dengan jalur lewat Pasapak (Perbatasan Polewali Mandar dan Mamasa) – Paladan – Miallo dengan biaya yang sama.
Jam mnunjukkan pukul 18.30 ketika tiba di rumah salah seorang majelis Gereja yang akan ditempati menginap selama di Miallo. Ya setelah tiba, langsung disuguhi kopi hangat membuat badan tidak terasa dingin lagi. Maklum alam Miallo merupakan slaah satu daerah yang berhawah dingin karena berada di ketinggian lebih dari 1.000 m dpl.
Dalam konteks pelayanan Gereja Toraja, Jemaat-jemaat Gereja Tortaja yang ada di Kecamatan Mappak, Kabupaten Tana Toraja masuk ke dalam lingkup Klasis Simbuang Barat. Selain itu, dalam petah jarak, maka merupakan salah satu Klasis terpencil dalam lingkup Gereja Toraja.
Perjalanan kami in ke Klasis Simbuang Barat, selaku Sekretaris Umum Pengurus Pusat Persekutuan Kaum Bapak Gereja Toraja (PP.PKBGT) untuk sosialisasi hasil keputusan Persidangan pertama PKBGT yang berlangsung 23-25 Maret 2012, juga mengadakan pembinaan untuk pengembangan masyarakat selaku Wakil Ketua Yayasan Tallulolona.
SMA Kt. Miallo yang memrihatinkan
Perjalanan kali ini cukup padat dengan berbagai kegiatan. Hari kedua mengunjungi SMA Kr. Miallo untuk bertemu dengan Pelaksana Kepala Sekolah, kemudian memberi pengarahan di depan siswa kelas satu dan kelas dua.
Menurut penuturan Pjs Kepala Sekolah, bahwa SMA Kr. Miallo dari segi hukum dan pengakuan, merupakan salah satu sekolah SMA yang dalam daftar urut yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan menduduki urutas ke-17 dari seluruh SMA yang ada di Kabupaten Tana Toraja. Sudah ada izin operasionalnya. Bahkan seharusnya sudah dapat melaksanakan ujian sendiri senadainya jumlah siswa yang mengikuti ujian 20 ke atas. Sudah empat tahun menammatkan siswanya. Alumninya kebanyakan melanjutkan pendidikan ke STAKN Toraja atau ke UKI Toraja, bahkan ada beberapa yang melanjutkan pendidikannya ke Makassar. Jadi dari segi mutu alumninya sebenarnya cukup bersaing.
Hanya saja persoalannya sekarang, semua gurunya sampai kepala Sekolah adalah sukarela. Artinya, semua yang terlibat ada pekerjaan tetapnya. Contohnya, Pejabat Kepala Sekolah, adalah Kepala Lembang(Desa). Guru yang ada, ada yang sehari-hari sebagai pendeta jemaat, guru di SMP, ada yang sudah pensiunan guru. Bahkan yang paling membuat kita prihatin, bahwa semua guru ini bukan guru honorer tetapi guru sukarela. Artinya, tidak ada guru yang mendapatkan honor. Semuanya adalah betul-betul pengabdian tanpa pamrih.
Belum lagi, lokasi para siswa belajar adalah bekas los pasar yang di modifikasi menjadi ruangan kelas. Untuk itulah, lewat prakarsa penulis, disepakati untuk sesegerah mungkin Komite sekolah dan BPK (Badan Pekerja Klasis) Simbuang Barat akan berkoordinasi mengadakan rapat untuk langkah-langkah pembenahan SMA Kr. Miallo. Langkah tersebut yaitu mengusahakan menerima siswa baru lebih dari 20 orang. Mengusahakan lokasi baru. Membangun ruang kelas di lokasi baru sambil membenahi pengelolaan sekolah. Hal ini merupakan sebuah kesepakatan bersama dalam pembinaan bagi PKB se Klasis Simbuang yang dilaksanakan pada sore hari di hari kedua penulis berada di Miallo Simbuang Barat.
TK (Tempat Kebaktian) Kappuan
Hari kedua, selain mengunjungi lokasi sumber air yang akan diusahakan oleh Pemerintah untuk masyarakat Miallo yang berjarak sekitar 7 km dari Miallo pada pagi hari dengan arah ke selatan dari Miallo. Sesudah pulang, kemudian dilanjutkan dengan mengunjungi Tempat Kebaktian Kappuan yang berjarak sekitar 7 km arah Utara Miallo. Di Kappuan ini baru ada 7 KK anggota jemaat, dan gedung dimana anggota jemaat beribadah masih merupakan gedung sementara dibangun di tanah anggota jemaat. Bangunannya berukuran 6 X 11 meter, berdiri dengan menggunakan kayu seadanya, lantai tanah, tempat duduknya dari papan dibentangkan sedangkan dindingnya dari bambu, itupun hanya sekitar 15 % yang memakai dinding, selebihnya dibiarkan begitu saja karena keterbatasan. Arinya, amat memrihatinkan.
Kebutuhan yang amat mendesak
Dalam percakapan dengan Ambe’ Mery, slaah satu anggota jemaat yang rumahnya di depan gedung sementara mengungkapkan bahwa kebutuhan yang amat mendesak di tempat mereka adalah Sura’ Madatu dan Nyanyian Bahasa Toraja (pa’pudian, Nanian ombongan, NEKJ). Selain itu, juga buku-buku untuk mengajar sekolah minggu, termasuk yang masih agama aluk todolo yang mengikuti sekolah minggu dan ini yang paling banyak mengikuti sekolah minggu.
Kebutuhan dari segi fisik ialah dinding bangunan gedung gereja sekitar 20 kodi papan. Satu kodi 20 lembar papan tiga meter dengan biaya sensor per kodi Rp. 200.000,-. Jadi kebutuhan biaya untuk dinding sebesar Rp. 4.000.000,-. Untuk itu, lewat penulis, mereka mengharapkan, sekiranya ada saudara-saudara seiman dapat membantu mereka.
Tenaga Motivator
Pada hari kedua pembinaan, ada beberapa kesepakatan dari seluruh peserta yaitu bagaimana mereka berpartisipasi dalam kerangka peningkatan pelayanan SMA Kr. Milallo ke depan. Bagaimana para Kaum Bapak yang ada untuk secara bersama-sama dapat meningkatkan taraf ekonomi anggotanya. Selain itu, disepakai untuk dapat mengusahakan tenaga motivator lewat pelatihan-pelatihan sehingga diantara mereka dapat saling memberdayakan dan akhirnya pola kehidupan mereka dapat menjadi saksi bagi masyarakat secara keseluruhan bahkan akan menjadi berkat lewat pekerjaan dan kerjasama yang mereka bangun.
Hal lain yang cukup menarik dari Diskusi dalam pembinaan Kaum Bapak se Klasis Simbuang barat ialah sangat mengharapakan adanya kerjasama PP.PKBGT dan Yayasan Tallulolona untuk mengusahakan tenaga motivator sehingga disepakati dalam pembinaan pada tanggal 25 April 2012 mengirim 2-3 orang mengikuti pelatihan untuk dapat kembali menjadi tenaga motivator mengembangkan potensi yang ada. Bahkan mereka sudah bersedia menanggung sebagian biaya. Berdasarkan informasi yang ada pada penulis, bahwa di STT SAPPI di Ciranjang Jawa Barat, setiap tahun ada pelatihan intrnsif yang berlangsung selama 4 minggu, dan untuk tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal 4-30 Juni 2012. Untuk itu, mereka sangat berharap dapat mengikuti pelatihan ini.
Pulang dari Miallo ke Rantepao
Sesudah tiga malam di Miallo, penulis kembali lewat Paladan dan tiba di Pasapak, dimana kita dapat menungguh mobil dari Mamasa yang akan menuju ke Toraja. Dari Miallo naik ojek lewat Paladan dan tiba di Pasapak dengan biaya Rp. 100.000,-. dengan waktu tempuh lebih cepat dan kondisi jalan lebih baik dibandingkan lewat dari Sebanawa.
Di Pasapak, sambil menungguh mobil lewat, karena sudah jam 10.00 maka lebih baik makan siang terlebih dahulu dengan harga Rp. 15.000,- satu porsi yang terdiri dari satu potong ayam kampung, sop dan nasi. Selesai makan, maka ada mobil Kijang Toraja – Mamasa lewat pada jam 10.30. Tiba di Rantepao jam 18.30. [#ALEKS-www.torajacybernews.com]
Aleksander Mangoting
Tidak ada komentar:
Posting Komentar