Kamis, 14 Maret 2013

Kopi Enrekang Lebih Mahal Dari Kopi Luwak?

TNO-Enrekang, Kopi kalosi Dp (Arabika tipika) merupakan salah satu jenis kopi terbaik yang dihasilkan dari Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Tak heran jika kopi ini sangat digemari masyarakat dunia, khususnya Benua Eropa dan Amerika. Harganyapun selangit, untuk satu kilogram kopi kalosi mencapai 180 dollar atau setara dengan Rp180 ribu per kilogram jika kurs dollar yang berlaku Rp10 ribu per dolar. Sedangkan harga kopi biasa hanya Rp9.300 per kilogram.
Kondisi Kabupaten Enrekang dengan ketinggian hingga 2.000 meter di atas permukaan laut (dpl) ini memang sangat memungkinkan tumbuhnya tanaman perkebunan dan sayuran yang subur. Salah satu tanaman perkebunan di daerah ini yang terkenal hingga Benua Eropa dan Amerika yaitu Kopi. Jenis tanaman ini, hanya bisa tumbuh di dataran tinggi, seperti halnya di Kabupaten Enrekang.
Pengembangan kalosi DP dilakukan sebagai ikon dan brand mark Kabupaten Enrekang. Sayangnya, menurut Bupati Enrekang, H La Tinro Latunrung, tanaman kopi ini hampir punah. Pohon kopi istimewa ini kini tersisa beberapa pohon saja. “Rata-rata setiap rumah tangga tersisa satu hingga dua pohon saja,” ungkap La Tinro. Semakin berkurangnya pohon kopi ini membuat bupati merasa prihatin. “Jika ini (kopi kalosi Dp,-red) tak diatasi, saya yakin kopi kalosi akan punah dan hanya menjadi kenangan masa lalu,” katanya di Pendopo rumah jabatan Bupati, beberapa waktu lalu.
Berawal dari keprihatinan itulah, diapun berupaya mengembalikan kejayaan kopi kalosi dp ini melalui kerja sama dengan lembaga pendidikan terkemuka di Sulsel, Universitas Hasanuddin (Unhas). Kerjasama ini dilakukan untuk pemurnian kopi arabika tipika atau lebih dikenal, kopi Kalosi Dp. Upaya ini terus dilakukan di tengah keprihatinan akan semakin punahnya pohon kopi jenis ini. Bahkan, tak tanggung-tanggung, Bupati Enrekang, H Latinro La Tunrung langsung menginstruksikan jajarannya menyiapkan lahan 30 hektare untuk pembibitan Kopi Kalosi.
Pemerintah Kabupaten Enrekang benar-benar serius ingin mengembalikan citra Kopi Kalosi, sebagai kopi terbaik yang ada di dunia. La Tinro mengungkapkan, semakin punahnya kopi kalosi dp akibat produksinya yang sangat rendah. Produksi kopi kalosi hanya mampu memproduksi 300-500 kg per hektre. Sementara kopi biasa mampu memproduksi 2 ton per hektare. Perbedaan jumlah proksi inilah yang membuat masyarakat lebih memilih membudidayakan kopi biasa.
Namun dia tidak berputus asa dan pesimis. Sebagai bupati dengan latar belakang pengusaha, justru membuatnya tertantang mengatasi masalah ini. Ayah empat anak ini yakin, nilai ekonomi yang tinggi dari jenis tanaman ini justru akan mengangkat perekonomian masyarakat sekaligus mengangkat citra Enrekang khususnya dan Indonesia di mata dunia.
Hal senada dikatakan Kepala bidang Perkebunan, Dinas Pertanian dan Perkebunan kabupaten Enrekang, UmarSappe.
“Harga di pasaran dunia, untuk kopi kalosi DP sebesar 180 dolar per kilogram, sementara kopi arabika biasa hanya Rp9.300,” ungkapnya. Untuk itu, lanjutnya, Dinas pertanian dan perkebunan Enrekang terus berupaya melakukan pembenahan dan pengembangan kopi kalosi Dp. “Beberapa daerah kita akan jadikan sebagai tempat pengembangan kopi arabika tipika (kalosi Dp-red), seperti di Nating, Bone-bone, Masalle, Buntumondong dan Bungin,” katanya. Dia menambahkan, sesuai instruksi bupati, pihaknya telah menyiapkan lahan seluas 30 hektare di Desa Sawitto Kecamatan Bungin untuk pemurnian dan membuat sumber benih. “Hasilnya nanti akan menjadi sumber benih kopi arabika tipika (kalosi) yang sudah hampir punah. ( Arizal Alamsyah, Sumber Foto : enrekang.com)

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar