Sindonews.com - Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) mengakui kesulitan menertibkan kegiatan penambangan galian C liar di wilayah kabupaten Tana Toraja.
Pasalnya, pemerintah kabupaten (Pemkab) Tana Toraja belum memiliki peraturan daerah (Perda) yang mengatur tentang pengelolaan pertambangan di daerahnya.
Pelaksana Tugas Harian (PLH) Kepala Distamben Tana Toraja, Pakiding Karaeng Baan menyatakan dari catatan Distamben Tana Toraja, terdapat puluhan lokasi penambangan galian C yang ada di wilayah Tana Toraja.
Penambangan galian C itu berupa tambang pasir dan tambang batu gunung. Akan tetapi, hampir semua penambangan tersebut liar atau tidak memiliki ijin usaha penambangan.
Hanya satu usaha penambangan miliki PT Malea yang memiliki izin penambangan, namun untuk keperluan perusahaan saja.
Menurutnya, pihaknya sulit melakukan penertiban usaha penambangan pasir dan batu gunung ilegal karena belum memiliki perda pertambangan. Padahal, sejak awal Januari 2012 lalu, Distamben sudah mengajukan rancangan peraturan daerah (Raperda) ke DPRD.
Hingga Maret 2013, raperda yang akan mengatur tentang pertambangan di wilayah Tana Toraja tersebut belum ditetapkan menjadi perda.
“Kami tidak tahu alasan DPRD hingga kini belum menuntaskan pembahasan raperda pertambangan mineral dan batu bara untuk ditetapkan menjadi perda,” jelas Pakiding di Makale, Selasa(5/3/2013).
Usaha pertambangan ilegal yang kian marak juga berpotensi mengakibatkan rusaknya lingkungan sekitar. Apalagi, sebagian besar pengusaha tambang pasir mengunakan alat berat dan pompanisasi mengangkut pasir dari sungai.
“Harus ada tindakan tegas guna mengantisipasi maraknya usaha penambangan ilegal. Lagi-lagi, diperlukan perda agar pengusaha tidak seenaknya melakukan penambangan secara liar,” kata Pakiding.
Pasalnya, pemerintah kabupaten (Pemkab) Tana Toraja belum memiliki peraturan daerah (Perda) yang mengatur tentang pengelolaan pertambangan di daerahnya.
Pelaksana Tugas Harian (PLH) Kepala Distamben Tana Toraja, Pakiding Karaeng Baan menyatakan dari catatan Distamben Tana Toraja, terdapat puluhan lokasi penambangan galian C yang ada di wilayah Tana Toraja.
Penambangan galian C itu berupa tambang pasir dan tambang batu gunung. Akan tetapi, hampir semua penambangan tersebut liar atau tidak memiliki ijin usaha penambangan.
Hanya satu usaha penambangan miliki PT Malea yang memiliki izin penambangan, namun untuk keperluan perusahaan saja.
Menurutnya, pihaknya sulit melakukan penertiban usaha penambangan pasir dan batu gunung ilegal karena belum memiliki perda pertambangan. Padahal, sejak awal Januari 2012 lalu, Distamben sudah mengajukan rancangan peraturan daerah (Raperda) ke DPRD.
Hingga Maret 2013, raperda yang akan mengatur tentang pertambangan di wilayah Tana Toraja tersebut belum ditetapkan menjadi perda.
“Kami tidak tahu alasan DPRD hingga kini belum menuntaskan pembahasan raperda pertambangan mineral dan batu bara untuk ditetapkan menjadi perda,” jelas Pakiding di Makale, Selasa(5/3/2013).
Usaha pertambangan ilegal yang kian marak juga berpotensi mengakibatkan rusaknya lingkungan sekitar. Apalagi, sebagian besar pengusaha tambang pasir mengunakan alat berat dan pompanisasi mengangkut pasir dari sungai.
“Harus ada tindakan tegas guna mengantisipasi maraknya usaha penambangan ilegal. Lagi-lagi, diperlukan perda agar pengusaha tidak seenaknya melakukan penambangan secara liar,” kata Pakiding.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar