Makna kata “Daeng” dalam bahasa Bugis berarti kakak. Kata “Daeng” pada umumnya disematkan untuk orang yang lebih tua misalnya seorang adik yang memanggil saudara yang lebih tua, itu pun digunakan dalam lingkup sebuah keluarga yang sudah saling mengenal. Sedangkan dalam kebudayaan suku Makassar, kata “daeng” selain sebagai sapaan kepada orang yang lebih tua juga berfungsi sebagai nama tambahan (nickname) selain nama kandung yang sudah dibawa sejak aqiqah.
Dikutip dari artikel rappang.com, suku Bugis mengenal 3 strata sosial yaitu Arung (bangsawan kasta tertinggi), To Maradeka (masyarakat umum) dan Ata (budak). Dalam penempatan kata “Daeng” sebagai identifikasi strata maka golongan To Maradeka yang familiar menggunakan julukan tersebut. Sedangkan di makassar, dikenal terdiri dari 4 stratafikasi yaitu Kare (tokoh Religi), Karaeng (Raja atau bangsawan), Daeng ( kalangan pengusaha) dan Ata (budak).
Gelar “Daeng” pada hakikatnya memiliki beragam makna jika dilihat dari penyatuan tradisi yaitu
- Daeng merupakan simbol penghambaan dari nama Tuhan, kurang lebih seperti yang ada dalam Islam
- Daeng berasal dari kata Makassar yaitu “Pa’doangeng” yang berarti untuk “do’a” dan harapan
- Penegasan sebagai seorang dari golongan Bangsawan
- Gelar untuk seorang yang dijadikan panutan karena keberanian, kejujuran dan kepintarannya.
- Diberikan untuk seorang yang berjasa dan biasanya gelar yang diberi sesuai dengan keadaan orang itu, misalnya seorang Amerika yang diberi gelar Daeng Rate, Rate berarti tinggi karena kebetulan memang orangnya memiliki fisik yang tinggi.
TNO-Sulsel, Dalam tradisi Bugis Makassar, nama paddaengang (pemberian gelar daeng) atau karaeng diberikan oleh orang tua kepada anaknya dengan merujuk nama-nama paddaengang milik orang-orang tua mereka atau kerabat dekat dalam keluarga mereka. Nama paddaengang tidak pernah dibuat baru karena merujuk dari silsilah keluarga.
Pada saat ini, gelar “Daeng” mengalami distorsi dalam interaksi sosial peradaban yang berkembang. Alasan utamanya karena nama paddaengang berkesan ketinggalan jaman dan tidak modern. Generasi yang lebih muda mengalami pergeseran pemahaman dan kesalahan persepsi dikarenakan penggunaannya yang lebih bersifat umum. Para pengayuh becak, pedagang sayur dan ikan keliling serta beberapa pelaku industri non formil lainnya biasa disapa dengan panggilan daeng sehingga kemudian banyak orang yang menganggap kalau daeng itu asosiasinya lebih kepada mereka yang berada di strata sosial rendah. Mengacu kepada tradisi maka tentu saja pandangan itu sama sekali tidak benar. (scribd)
(foto : Makassar Galery Foto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar