Jumat, 17 Agustus 2012

JANGAN JADIKAN TRANSMIGRASI SEBAGAI MOMOK MASYARAKAT TORAJA UTARA

TNO- Rantepao, Program Transmigrasi sebagai Program Nasional sudah sejak puluhan tahun lalu. Populernya di jaman Soeharto sebagai Presiden RI, dimana penduduk di pulau Jaya yang membludak ditransmigrasikan ke wilayah-wilayah yang masih kosong, ujuannya agar sebaran penduduk bisa merata dan membuka daerah yang masih tertutup. Kondisi tersebut sudah berbeda saat ini, beberapa wilayah yang ditempati taransmigrasi justru menimbulkan persoalan baru. Salah satunya adalah kekentalan budaya pendatang peserta transmigrasi yang sulit berbaur dengan masyarakat setempat, terkadang menjadi penghalang transaksional dan interaksi sosial di masyarakat, diperparah lagi dengan kurangnya toleransi dari para transmigran yang membawa adat-budayanya tanpa penyesuaian terlebih dulu dengan adat setempat.
Anak Transmigran pergi mencari air untuk dikonsumsi
Beberapa persoalan diatas sudah dijawab dengan adanya Tranmigrasi Lokal, tetapi itu belum cukup menjawab persoalan yang ada, termasuk perimbangan jumlah transmigrasi dari luar lebih banyak dengan kuota transmigrsi lokal (tranlok) yang disediakan.

Kondisi masyarakat Lokal
Kondisi Tempat Tinggal Penduduk Toraja? Layakkah disebut rumah
Di Kabupaten Tana Toraja, sudah beberapa tahun diterimanya program nasional transmigrasi, sampai saat ini setelah berdirinya Kabupaten Toraja Utara sebagai kabupaten pemekaran, program nasional transmigrasi mulai dirasakan menyudutkan penduduk lokal, walaupun kondisinya lokasi yang diperuntukkan bagi transmigrasi memang belum tersentuh dan jauh dari pemukiman, tetapi kondisi di Toraja, semua wilayah itu tercakup dalam wilayah adat, jadi tidak ada yang lepas dari hukum wilayah adat dan tentunya tradisi leluhur orang Toraja yang selalu mewariskan harta benda serta tanah bagi anak-cucunya. Sikap inilah yang mendorong beberapa elemen masyarakat diberbagai komunitas masyarakat Toraja, utamanya yang diperantauan. kondisi ini diperparah lagi dengan tidak disosialisasikannya lokasi transmigrasi secara terbuka dan terencana ke masyarakat, orientasi pemerintah Kabupaten hanya mengarah ke Transmigrasi sebagai Proyek Pembangunan yang menguntungkan Pemkab dan Kontraktornya saja.

Layakkah disebut Rumah?
Seyogianya DPRD Toraja Utara lebih sigap memberikan sikap terhadap keresahan masyarakat yang mungkin berlebihan tetapi kalau tidak terencana dengan baik dan penuh keterbukaan, ketakutan itu bukan tidak mungkin terjadi dan bahkan bisa berdampak lebih luas terkait SARA.

Melihat kondisi ini, Benyamin Ranteallo, salah seorang Penggiat LSM CSK berpendapat seharusnya Pemerintah lebih memperhatikan masyarakat Lokal, kondisi masyarakatnya sangat menderita, tidak lebih menderita dari yang mau didatangkan, sementara yang tinggal secara turun temurun sangat sulit memperoleh perhatian, lanjut ditegaskannya " Jangan Pindahkan SODOM dan GOMORA ke Toraja Utara lewat Program Transmigrasi", hal ini ditanggapi Ketua LSM LEKAT (Lembaga Kajian Toraja), dikatakan Ferryanto Belopadang " Pemerintah Toraja Utara harus Arif dan Bijaksana, lakukan Sosialisasi terhadap penduduk lokal beserta Perangkat adatnya, lakukan itu secara kontinyu dan terbuka, jaring pendapat masyrakat, kaji dampak terburuknya, jangan hanya Proyek Orientit yang hanya menguntungkan segelintir orang dan kalau tidak ditangani secara baik, akan menimbulkan masalah dikemudian hari. Inilah tidak kita inginkan!" (fer)

Artikel Terkait



4 komentar:

Benyamin mengatakan...

Transmigrasi Toraja utara dan Tanah Toraja jangan korbankan masyarakat karna masih terlalu bayak yang masih hidup menderita beratap satu dengan kandang babinya sebagai pemimpin harus mengutamakan masyarakat lokal kenapa sampai korban Sodom dan Gomora mau dipindahkan ke Tondok Lepongan bulan yang kita cintai mereka2 inilah nantinya akan merusak tatanan adat yang diwariskan leluhur kita. Wahai pemimpinpinku Di Tondok Lepongan bulan tahu dirilah akan sejarah Toraja to na allo ina' rampo bali lembangta ullutu tombang adat lan toraya apara dadi sanggadinna tibollo rara dadi rasun lan katorayan jangan tinggalkan bom waktu untuk batina to Matarik Allo.saya atas nama Benyamin Rante Allo menolak Transmigrasi yang haya akan menghilangkan identitas Katorayanta sae lakona.

Anonim mengatakan...

tanah toraja dan toraja utara adalah satu kabupaten yg sebenarnya sudah boleh dikatakan daerah padat penduduk, teringat saya dimasa kecil ada banyak org memprsoalkan perebutan lahan akhirnya berujung dalam perkara dipengadilan dan kenapa dalam beberapa waktu lalu ada program transmigrasi kedaerah yg sudah disebut padat penduduknya ada apa dibalik ide sang pemimpin saat ini, menjadikan tempat yg harusnya dijadikan peresapan air itu menjadi pemukiman transmigrasi salam sangtorayan.

BF Borring mengatakan...

Orang2 tersebut jika kampanye nanti kan pasti pilih aku. 200 kk x 4 orang = 800 orang gak perlu maney politik pasti pilih aku. Hidup transmigrasi u/ politik. He.he.. mumpung aku berkuasa gunakan kesempatan u/ 2xnya bersama syahrul. Jangan marah ya.. Nanti kalo kamu juga jadi bupati cari juga kesempatan sperti saya.

Anonim mengatakan...

TRANSMIGRASI.?? Bukan solusi untuk memajuhkan TORAJA UTARA, Toraja utara bisa maju dan bersaing dgn daerah lainnya di sulsel apabila pemimpinnya bisa memberdayakan masyarakatnya dng melihat potensi2 apa saja yg bisa memajuhkan daerah dengan membuat pilot2 percontohan sesuai dgn karakteristik daerahnya seperti, Bagaimana obyek2 wisata dibenahi, bertani/berkebun/beternak dan budidaya lainnya, sehingga petani bisa terangkat dan PAD pemerintah daerah juga bisa bertambah....Jangan klu ada masyarakat (LSM) yg bertanya kumua umbanaolai sia papa' le, nakua ajudan/anak bua male ade' ma'study banding (ma'dinas). Tetapi apa yg dibawah pulang dari hasil study banding ?? NOL...hanya pelesiran saja (sumalong) hambur2 uang rakyat saja....! Umba susi pendapatmi pa'uluran. salama'

Posting Komentar