Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Rabu, 6 September 2017. Membangun Indonesia dari pinggiran,
didefinisikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),
salah satunya melalui program Perhutanan Sosial, sebuah program nasional
yang bertujuan untuk melakukan pemerataan ekonomi dan mengurangi
ketimpangan ekonomi melalui tiga pilar, yaitu: lahan, kesempatan usaha
dan sumberdaya manusia. Perhutanan Sosial juga menjadi benda legal untuk
masyarakat disekitar kawasan hutan untuk mengelola kawasan hutan negara
seluas 12,7 juta hektar.
Akses legal pengelolaan kawasan
hutan ini, dibuat dalam lima skema pengelolaan, yaitu Skema Hutan Desa
(HD) hutan negara yang hak pengelolaannya diberikan kepada lembaga desa
untuk kesejahteraan desa. Hutan Kemasyarakatan (HKm), yaitu hutan negara
yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat
setempat. Hutan Tanaman Rakyat (HTR/IPHPS), adalah hutan tanaman pada
hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan
potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalm
rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Hutan Adat (HA), dimana
hutan ini adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hutan
adat. Skema terakhir adalah Kemitraan Kehutanan, dimana adanya kerjasama
antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang Izin Usaha
Pemanfaatan hutan, jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan atau
pemegang izin usaha industri primer hasil hutan.
Pelaku
Perhutanan Sosial adalah kesatuan masyarakat secara sosial yang terdiri
dari warga Negara Republik Indonesia, yang tinggal di kawasan hutan,
atau di dalam kawasan hutan negara, yang keabsahannya dibuktikan lewat
Kartu Tanda Penduduk, dan memiliki komunitas sosial berupa riwayat
penggarapan kawasan hutan dan tergantung pada hutan, dan aktivitasnya
dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.
Perhutanan
Sosial mulai di dengungkan sejak tahun 1999, keadaan Indonesia yang
masih gamang pasca reformasi, menjadikan agenda besar ini kurang
diperhatikan. Pada tahun 2007 program Perhutanan Sosial ini mulai
dilaksanakan, namun selama lebih kurang tujuh tahun hingga tahun 2014,
program ini berjalan tersendat. Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan mencatat selama periode 2007-2014, hutan yang terjangkau akses
kelola masyarakat hanya seluas 449.104,23 Ha. Untuk itu setelah periode
tersebut dilakukan percepatan-percepatan, dan selama kurang lebih tiga
tahun masa Kabinet Kerja, telah tercatat seluas 604.373,26 Ha kawasan
hutan, legal membuka akses untuk dikelola oleh masyarakat.
Dalam
pelaksanaannya hingga saat ini, sejumlah 239.341 Kepala Keluarga (KK),
telah memiliki akses legal untuk mengelola kawasan hutan nusantara, dan
sejauh ini sosialisasi dan fasilitasi juga telah dilakukan kepada 2.460
kelompok, dimana fasilitasi yang diberikan adalah dalam bidang
Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial. Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan memiliki target untuk membentuk dan memfasilitasi lebih kurang
5000 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial di Indonesia hingga tahun 2019.
Niatan
menyejahterakan masyarakat Indonesia ini, bukan tidak memiliiki
tantangan. Jauhnya masyarakat dari akses infrastruktur menjadi salah
satu kendala terlaksananya verifikasi kelompok masyarakat, dan sering
kali menjadi hal yang membuat terlambatnya sosialisasi program ini.
Dalam pendampingan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
bekerjasama dengan multi pihak, termasuk LSM, dan program ini tentu saja
membutuhkan banyak pendamping yang turun ke lapangan, yang memberikan
pengetahuan dan pengidentifikasian potensi kawasan hutan, pengembangan
usaha, serta pemasaran hasil usaha masyarakat, yang sering kita sebut
sebagai akses ekonomi,hingga penguatan legal, sehingga masyarakat mampu
mengadvokasi dirinya sendiri.
Akses legal mengelola
kawasan hutan ini, diharapkan menjadi jembatan yang mampu memberikan
bentuk nyata dari kehadiran negara dalam melindungi segenap bangsa
Indonesia, dan memberi kesejahteraan bagi masyarkat daerah terdepan
Indonesia. Perhutanan Sosial, ini saatnya hutan untuk rakyat. Ini juga
menggambarkan implementasi dari Nawacita ke enam, yang ertujuan
meningkatkan produktivitas masyarakat serta daya saing di tingkat
internasional, sehingga bisa bersaing dengan negara-negara ditingkat
ASEAN lainnya. Mewujudkan masyarakat yang mandiri secara ekonomi melalui
sektor-sektor ekonomi strategis domestik, juga menjadi landasan dari
program Perhutanan Sosial ini dilaksanakan.(***)
Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Djati Witjaksono Hadi - 081375633330
Bersama Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo